2019

Aku Guru yang Terombang-Ambing

Ibarat sedang berlayar di tengah lautan menggunakan sampan, saya merasa sedang berada di antara dua kapal besar yang keduanya sulit untuk dicapai. Kapal di belakang sudah berlalu dan sarat muatan hingga tidak dapat kutumpangi. Kapal di depan terus melaju dan harus dikejar agar dapat kutumpangi.

Begitulah yang saya rasakan saat ini dalam meraih cita-cita menjadi seorang guru yang profesional. Karena menjadi guru merupakan cita-cita sejak saya duduk di sekolah dasar dan semakin kuat ketika saya menyelesaikan pendidikan di SMA. Oleh karenanya, selesai SMA saya mantapkan tujuan pendidikan berikutnya ke Universitas Pendidikan Indonesia.

Profesi yang saya idamkan ketika memilih untuk kuliah di perguruan tinggi program studi keguruan adalah menjadi guru PNS di sekolah negeri. Namun apalah daya, untuk mencapainya dibutuhkan usaha yang cukup keras dibandingkan dengan guru-guru pendahulu saya.

Begitu lulus, ekspektasi saya bisa langsung menjadi guru di sekolah negeri dan berstatus PNS. Tetapi saya semakin sadar bahwa bukan hanya saya yang berpikiran seperti ini. Banyak calon guru lainnya yang juga menginginkan hal yang sama sehingga saya harus bersaing bahkan dengan teman-teman satu angkatan.

Sebelumnya saya memperhatikan bahwa untuk menjadi PNS bisa dengan cara menjadi guru honor terlebih dahulu. Ketika saatnya tiba ada pengangkatan guru PNS, guru honor diprioritaskan. Namun, pola seperti itu tidak lagi berlaku pada saat saya menyelesaikan studi S1 sebagai sarjana pendidikan.

Saya lulus tahun 2010 dan pengangkatan guru honor hanya berlaku bagi guru yang tercatat sebagai guru honor maksimal tahun 2005. Inilah yang saya ibaratkan sebagai kapal di belakang saya yang sudah sarat muatan dan tidak bisa saya tumpangi.

Pun akta IV tidak lagi berlaku sejak tahun 2005 dan sepenuhnya tidak memiliki kegunaan pada tahun 2016.

Akta IV yang menjadi ciri khas lulusan LPTK tidak memiliki daya guna dan nilai tambah. Fungsinya digantikan dengan sertifikat pendidik yang bisa diperoleh dengan mengikuti pendidikan profesi guru (PPG).

Tidak ada lagi istilah "pengangkatan PNS" karena jika seseorang ingin jadi PNS harus melalaui tahap seleksi. Tahap inilah yang saya kejar. Sambil saya menjalani profesi sebagai guru honor di sekolah negeri, saya sangat menantikan rekruitmen PNS yang tidak selalu digelar setiap tahun. Bahkan, saya harus menunggu 4 tahun untuk bisa mengikuti kembali rekruitmen CPNS yang dilaksanakan oleh BKN.

Tidak ada lagi formasi khusus guru honor. Saya harus bersaing dengan para fresh graduate melalui formasi umum pada penerimaan CPNS untuk memperebutkan kursi guru yang hanya sedikit saja tersedia. Inilah kapal di depan saya yang bergerak sangat cepat sehingga saya harus berlelah-lelah agar dapat mengejarnya.

Apalah daya, 9 tahun lalu saya lulus kuliah. Pola pikir sudah berubah dibandingkan dengan fresh graduate yang pola pikirnya masih "bersih". Idealisme dan realistis sempat bertentangan dalam jiwa khususnya pada saat menyelesaikan soal TKP (Tes Karakteristik Pribadi, bagian dari SKD CPNS) yang memang dirancang khusus bagi para lulusan yang masih segar.

Kapal di belakang sudah terlalu jauh dan penuh, tidak perlu lagi saya kejar. Saya harus bergegas meninggalkannya. Saya harus terus bergerak maju sampai tidak lagi mengenal lelah dan letih agar dapat mencapai kapal di depan dan menjadi salah satu penumpangnya.

Oleh Opan pada
Seorang guru matematika yang hobi menulis tiga bahasa, yaitu bahasa indonesia, matematika, dan php. Dari ketiganya terwujudlah website ini sebagai sarana berbagi pengetahuan yang saya miliki.
Diskusi di twitter @opan_ahmad

Demi menghargai hak kekayaan intelektual, mohon untuk tidak menyalin sebagian atau seluruh halaman web ini dengan cara apa pun untuk ditampilkan di halaman web lain atau diklaim sebagai karya milik Anda. Tindakan tersebut hanya akan merugikan diri Anda sendiri. Jika membutuhkan halaman ini dengan tujuan untuk digunakan sendiri, silakan unduh atau cetak secara langsung.